A. Sejarah Dinasti Fatimiyah

Sejarah kemunculan dinasti Fatimiyah yang merupakan Syiah Isma'iliyah, tidak akan terlepas dari gerakan Syiah yang muncul sebelumnya. Sejak berkembangnya kekuasaan Abbasiyah, Gerakan Syiah Isma'iliyah muncul dengan dua model gerakan yaitu:

1. Gerakan militan (diam-diam)

Gerakan militan ini dipelopori oleh Abdullah ibn Syiah dengan mencoba mendekati para peziarah yang datang dari Tunisia, khususnya suku Kitamah dan mencoba memasukkan propaganda ajaran Isma'iliyah. Dia kemudian berhasil mempengaruhi para peziarah sehingga dia kembali ke Tunisia.

2. Gerakan mendatar (terbuka)

Keberhasilan mulia yang diraih oleh Abdullah al-Syiah di wilayah Tunisia mendorongnya untuk melawan dinasti Aghlabiah. Kemudian pada 909 M, ia menyatakan Sa'id ibn al-Husain sebagai khalifah dengan gelar al-imam Ubaidillah al-Mahdi dengan Raqadah sebagai pusat ibukota. Dengan demikian, Dinasti Fatimiyah didirikan di Tunisia (Afrika Utara) pada tahun 909 M di bawah kepemimpinan Sa'id ibn al-Husain setelah mengalahkan dinasti Aghlabiah di Sijilmasa. Pembentukan dinasti Fatimiyah pada waktu itu mengarah ke Islam di bawah 3 penguasa yaitu: khalifah Abbasiyah di Baghdad, khalifah Ummaiyyah di Kordoba dan khalifah Fatimiyah di al-Mahdiah.
Selama pemerintahannya dari tahun 909 M hingga 934 M, Ubaidillah membuktikan dirinya sebagai penguasa yang cakap dan berbakat. Dua tahun setelah menjadi penguasa tertinggi, ia membunuh komandannya, Abdullah al-Shi'i. Setelah itu, ia memperluas kekuasaannya untuk mencakup hampir seluruh Afrika, mulai dari Maroko yang dikuasai Idrisiyah hingga perbatasan Mesir. Pada 914 ia menguasai Alexandria, dua tahun kemudian Delta berkuasa. Kemudian dia mengirim seorang gubernur baru dari suku Kitamah ke Sisilia dan berteman dengan pemberontak Ibn Hafshun di Spanyol. Malta, Sardinia, Corsica, Balearic dan pulau-pulau lainnya telah mengalami kehebatan armada yang diwarisi dari dinasti Aghlabiah.
Setelah kematian Ubaidillah, pemerintah diambil alih oleh putranya, Abu al-Qasim Muhammad al-Qaim yang berkuasa dari 934 M hingga 946 M, kebijakannya lebih terfokus pada upaya untuk menyerang dan memperluas wilayah. Karena itu, pada 935, ia mengirim armada untuk menyerang pantai utara Prancis, menaklukkan Genoa dan di sepanjang pantai Calabria dan berusaha menaklukkan Mesir tetapi tidak berhasil. Kemudian diikuti oleh putranya al-Mansur pada 946-952M. Penaklukan Mesir berhasil dilakukan oleh cucu al-Qaim, Abu Tamim Ma'ad al-Mu'iz yang berkuasa pada 952-975 M. Invasi ke Mesir adalah dilakukan dengan dalih melindungi kaum Syiah yang ada di sana dengan mengirim seorang komandan Jendarhar Jawhar dari kebangsaan Sisilia atau Yunani, serta untuk merebut kekuasaan dari gubernur Abbasiyah pada hari 969 M yang berkembang menjadi sebuah universitas dan menciptakan markas baru di bawah nama al-Qahirah. Sejak 973 M, kota ini menjadi pusat dinasti Fatimiyah. Pada tahun yang sama (969 M), setelah merasa posisinya di Mesir solid, Jawhar melirik tetangganya, Suriah, dan berhasil menaklukkan kota Damaskus.

B. Masa Kejayaan Dinasti Fatimiyah

Kejayaan dinasti Fatimiyah dimulai ketika al-Muiz pindah dari ibu kota al-Mahdiyah ke al-Qahirah (Kairo). Pada masa pemerintahan Abu al-Mansur Nizar al-Aziz (975-996) kerajaan berada pada kedamaian dan nama al-Aziz dimuliakan dalam setiap khotbah Jumat sepanjang pemerintahannya. Al-Aziz berhasil menempatkan dinasti Fatimiyah sebagai negara Islam terbesar di wilayah Mediterania Timur, bahkan berhasil menenggelamkan ketenaran penguasa Baghdad. Al-Aziz bersedia menghabiskan dua juta dinar untuk membangun sebuah istana yang tidak kalah megahnya dengan istana Abbasiyah, Al-Aziz menjadi penguasa Fatimidat yang paling bijaksana dan paling dermawan. Pada masa inilah puncak kejayaan dinasti Fatimiyah dicapai.

Untuk melihat dan mengukur kejayaan dinasti Fatimiyah yang telah memerintah selama 262 tahun, berikut adalah beberapa kontribusi mereka terhadap dunia Islam pada khususnya dan seluruh dunia pada umumnya:

a.Bidang Agama

Di bidang agama, dinasti Fatimiyah menegakkan ajaran Syiah dengan mengasumsikan bahwa para imam bersih dari dosa dan kesalahan, memberikan toleransi tanpa batas kepada orang Kristen yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya.

b. Bidang Pendidikan

Selama khalifah al-Aziz (976-996 M), masjid al-Azhar ditingkatkan dari tempat ibadah menjadi universitas. Dan pada saat khalifah al-Hakim bi Amrillah (996-1021 M), sebuah akademi didirikan yang bernama darul al-hikmah (desa kebijaksanaan) setara dengan lembaga ilmiah di Cordova, Baghdad, dan lainnya.
Selain itu, dinasti Fatimiyah juga mendirikan sebuah observatorium di bukit al-Mukattam untuk mempelajari astronomi, astrologi, kedokteran, kimia dan sejenisnya. Ilmuwan terkenal saat itu termasuk Ali ibn Yunus, salah satu astronom yang memperbarui kalender, Abu Ali al-Hasan ibn al-Hashim yang telah menulis 100 buku di mana salah satu karya monumentalnya adalah al-Manaz.

c. Bidang Politik

Sistem pemerintahan Fatimiyah mengadakan teokrasi karena mengasumsikan bahwa posisi khalifah ditentukan oleh teks atau wasiat Nabi kepada Ali di Gadir Khummah. Ini diperkuat oleh penamaan para khalifah seperti al-Muiz lidillah, al-Mustansir billah dll. Tetapi jika Anda melihat bahwa khalifah adalah penunjukan langsung itu juga disebut monarki bahkan dapat disebut monarki absolut. Khalifah kemudian mengawasi beberapa menteri yang direkrut dari orang-orang yang mampu dan memiliki keterampilan terlepas dari sekte, etnis atau bahkan agama.

d. Bidang Militer

Warisan dinasti Fatimiyah dalam peradaban Islam adalah keberadaan tentara bayaran sebagai pilar utama pemerintahan. Ini terjadi karena dinasti Fatimiyah, penganut Syiah Ismailiyah yang pada waktu itu adalah kelompok minoritas. Para tentara bayaran direkrut dari resimen kulit hitam atau Zawila yang dibeli dari pasar budak di Afrika dan dari orang-orang Eropa Sakalaba atau yang sering disebut orang Slavia yang menjadi orang termiskin di Eropa Timur.

e. Bidang Ekonomi

Untuk meningkatkan ekonomi, dinasti Fatimid menciptakan kanal, jembatan sebagai persilangan antara produk pertanian sehingga pendapatan negara dari sektor pajak dapat ditingkatkan, menambahkan peraturan baru pada industri dengan membatasi industrialis dari hidup dalam kemewahan. Satuan uang di Mesir digunakan dinar pada nilai tukar dirham yang ditentukan. Ini dilakukan untuk melindungi pedagang kecil dari penyalahgunaan pedagang besar yang menggunakan dinar sebagai nilai tukar.

f. Bidang Kebudayaan dan Peradaban

Salah satu peninggalan dinasti Fatimiyah yang ada saat ini adalah kota Kairo [30] yang dibangun oleh Komandan Jawhar al-Katib As-Siqilli pada 969. Pada 975-1075 M, Fustat adalah ibu kota Mesir dan menjadi pusatnya untuk produksi keramik dan karya seni Islam dan salah satu kota terkaya di dunia. 

g. Bidang Seni

Periode Fatimiyah juga dikenal karena keindahan produk-produk tekstilnya, sedangkan produk-produk tenunan yang berkembang pada waktu itu adalah produk khas gaya Koptik Mesir, yang kemudian dipengaruhi oleh gaya Iran dan Sasaniyah, seni keramik mengikuti pola Iran dan seni penjilid buku yang merupakan begitu indah dan menjadi yang pertama yang paling mengikat di dunia Islam.

h. Bidang Arsitektur

Salah satu bukti terkuat adalah pendirian Masjid al-Azhar [33] yang dibangun oleh Jenderal Jawhar pada tahun 972 M [34] Gaya arsitektur masjid al-Azhar adalah penggabungan gaya masjid Ibnu Tulun di Gaya Mesir dan Persia dengan menara yang merupakan ciri khas Irak Utara.

C. Masa Kemunduran Dinasti Fatimiyah

Setelah hampir 50 tahun menapaki sejarah emasnya sejak masa pemerintahan Al-Mu'iz, dinasti ini mulai menurun setelah berakhirnya masa pemerintahan Al-Aziz. Tindakan kejam al-Hakim (996-1021) yang masih sangat muda (11 tahun) menjadi titik awal dari kekacauan di dinasti Fatimid. Toleransi yang ditegakkan sebelumnya ditolak oleh al-Hakim, aturan yang merugikan non-Muslim diberlakukan sehingga mulai ada ketidaksenangan. Tetapi ketika al-Zhahir (1021-1035) naik tahta, ia membangun kembali makam suci sehingga namanya disebutkan di masjid-masjid kekuasaan Konstantinus VIII.
Pada masa pemerintahan al-Mustanshir (1035-1094), penguasa terpanjang di dunia Islam yang diangkat pada usia 11 tahun, daerah-daerah di bawah pemerintahan Fatimid mulai memisahkan diri seperti Suriah, Palestina dan kota-kota di Afrika. Banu Saljuk dari Turki menaungi kekuasaannya, Banu Hilal dan Banu Sulaim dari Nejed memberontak dan Normandia berkeliaran di pedalaman Afrika.
Sebagai buntut dari al-Mustanshir, dinasti Fatimiyah terus-menerus diganggu oleh konflik, baik secara eksternal maupun internal, kehidupan masyarakat sangat sulit, sumber kehidupan adalah aliran matahari Nil, kelaparan dan wabah penyakit yang sering terjadi, akhirnya berimplikasi pada tingginya pajak dan pemerasan. Puncaknya terjadi selama perang salib dan Saladin al-Ayyubi merebut dinasti. Dia tidak lagi mengangkat khalifah dari Fatimiyah, tetapi membuat wilayah Mesir kembali sebagai bagian dari wilayah Abbasiyah Baghdad dengan status keamanan. Dinasti dinasti kemudian dikenal sebagai dinasti al-Ayyubiyah.

Ada beberapa faktor yang menyebabkannya yaitu:

  • Perilaku kejam al-Hakim (penerus al-Aziz) adalah awal dari penurunan dinasti Fatimiyah.
  • Konflik internal antar elit cukup kuat dan berkepanjangan. Koflik internal dalam pemerintahan Fatimiyah muncul karena hampir semua khalifahnya, setelah kematian Al-Aziz, naik tahta ketika dia masih sangat mudah bahkan ketika masih anak-anak, misalnya, Al-Hakim naik tahta pada usia 11 tahun, juga Zhahir berusia 16 tahun, Al-Mustansir naik tahta pada usia 11 tahun, Al-Amir pada 5 tahun, Al-Faiz pada 4 tahun, dan Al-Adid pada 9 tahun. Akhirnya, posisi wazir yang mulai dibentuk pada masa Kekhalifahan Al-Aziz bertindak sebagai pelaksana pemerintahan. Posisi al-wazir menjadi begitu penting, berpengaruh dan menjadi tempat perjuangan dan medan konflik.
  • Keberadaan tiga negara besar yang memiliki pengaruh yang sama dan menjadi pendukung utama kekuatan Fatimiyah, yaitu orang Arab, Barbar di Afrika Utara dan Turki. Ketika khalifah memiliki pengaruh yang kuat, ketiga negara dapat diintegrasikan ke dalam kekuatan yang kuat. Namun, ketika khalifah lemah, konflik ketiga negara menjadi sengit untuk memperjuangkan pengaruh dan kekuasaan. Kondisi terakhir yang terjadi setelah akhir masa pemerintahan Al-Aziz.
  • Secara perlahan Normandia, Banu Seljuq dari Turki dan Banu Hilal dan Banu Sulaim dari menguasai wilayah Fatimiyah.
  • Kenyataannya adalah bahwa meskipun dinasti Fatimiyah telah memerintah di Mesir selama hampir 200 tahun, ternyata secara ideologis ia tidak berhasil mendasarkan doktrin ideologi Syiah Ismailiyah. Komunitas Muslim di Mesir masih tetap setia pada ideologi Sunni. Karena itu, ketika dinasti Fatimiyah berada di ambang kehancuran, komunitas Muslim Mesir tidak mencoba untuk membantu, tetapi malah mencoba mempercepat kehancurannya.
  • Pukulan tegas dari kehancuran Fatimiyah terjadi pada masa pemerintahan khalifah Al-Adid Lidinillah. Pada saat itu, wilayah dinasti Fatimiyah menjadi medan pertempuran antara Nuruddin Zinki sebagai wakil dari dinasti Abbasiyah di Suriah dan Tentara Salib di Yerusalem yang dipimpin oleh Raja Almeric. Pada tahun 1169 M, pasukan Nuruddin Zinki, yang dipimpin oleh komandan kepala Saladin al-Ayyubi, dapat mengusir Tentara Salib dari Mesir dan menaklukkan kekuatan wazir dari khalifah al-Adid. Setelah Khalifah al-Adid meninggal pada tahun 1171.
Referensi

Adawi, Ibrahim Ahmad. Tanggal al-‘Alam al-IslaMi. Diktat al-Ma'had al-Dirasah al-Islamiyah, 1998 M.
Al-Dimasyqi, Abu al-Fada 'Isma'il ibn Kasir. al-Bidayah wa al-Nihayah. Cet I; Bairut: Dar Ih} ya al-Turas al-‘Arabi, 1408 H./1988 M.
Hitti, Philip K. Sejarah orang-orang Arab; Dari Masa Awal Hingga Sekarang. diter. R. Cecep Lukman Yasin dkk, Sejarah Orang Arab. Cet I; Jakarta: Upacara Semesta IKAPI, 1429 H./2008 M.
Karim, M. Abdul. Sejarah pemikiran dan peradaban Islam. (Cet. I; Yogyakarta; Penerbit Buku Pustaka, 2007 M.).
Anak yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam II. Cet.II; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994.