Dalam sejarah peradaban Islam, Kerajaan Turki Usmani adalah salah satu kerajaan islam yang pernah berkuasa di daerah Mongol yang didirikan oleh bangsa turki dari kabilah Ughu. 

Sejarah Terbentuknya Kerajaan Turki Usmani

Sejarah Islam mencatat bahwa yang berhasil mendirikan Kerajaan Turki Usmani adalah bangsa Turki yang berasal dari kelompok Oghuz setelah kekuasaan bani saljuk runtuh.  Kerjaan Turki Usmani awalnya menetap di daerah mongol  dan Cina bagian Utara, kemudian dalam perkembangannya kerjaan ini pindah dan menetap di Turki, Persia, dan Irak. Pada abad ke-9 M kerjaan Turki Usmani memeluk islam ketika di Asia Tengah mereka menetap dimana dinasti Samani dan Ghaznawi berdekatan dengan mereka. 
Mereka meminta perlindungan kepada saudara perempuannya yang ada di dinasti Bani Saljuk dari tekanan bangsa Mongol. 

Dibawah kepemimpinan Sultan Alauddin Kaikobad, yang merupakan pemimpin Turki Usmani berhasil membantu kesultanan Bani Saljuk ketika menghadapi Bizantium. Karena jasanya tersebut, Sultan Alauddin  mendapatkan penghormatan dari Sultan Bani Saljuk yaitu sebidang tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Dari sinilah mereka membangun wilayah barunya dimana Syukud sebagai ibu kotanya. 

Selain itu, Sultan Alauddin Kaikibad juga berwenang untuk memperluas wilayahnya. Setelah Sultan Alauddin wafat, kepemimpinan Turki Usmani dilanjutkan oleh anaknya yaitu Usman. Setelah beberapa waktu,  Bani Saljuk diserang oleh bangsa Mongol yang mengakibatkan Bani Saljuk terpecah menjadi beberapa dinasti kecil.

Dalam kondisi seperti itu, Usman secara penuh mengklaim wilayah yang didudukinya yang awalnya merupakan pemberian Sultan Bani Saljuk sekaligus mengumumkan berdirinya kerajaan Turki Usmani. Dari sinilah kemudian dinasti Usmani berawal dimana putra Sultan Alauddin dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani sekaligus sebagai penguasa pertama yang kemudian dikenal sebagai Usman I yang memerintah pada Tahun 1290 M Sampai 1326 M.

Ekspansi Kekuasaan Kerajaan Turki Usmani

Usman sebagai Sultan pertama lebih fokus terhadap kekuatan kekuasaannya agar terlindungi dari berbagai bentuk serangan, terutama Bizantium yang memang hendak menyerangnya. Ekspansi kekuasaan Kerajaan Turki Usmani dimulai pada tahun 1317 M dengan menyerang daerah perbatasan Bizantium. Selanjutnya putra Usman yaitu Orkhan, menggantikannya yang memerintah pada tahun 1326-1360 M. Orkhan menciptakan pasukan yang kuat yang terkenal dengan sebutan Inkisyariyah untuk melindungi kekuasaanya. Pasukan tersebut berasal dari para pemuda yang ditawan saat perang.

Selanjutnya pengganti Orkhan yaitu Murad mengembangan kemampuan militernya dengan membentuk beberapa cabang yennisary. Perubahan besar pada organisasi militer oleh Orkhan dan Murad I, selain personil pemimpin militer, juga pada anggota prajuritnya. Dengan pembekalan semangat juang Islam, seluruh pasukan militer dilatih dan diasramakan. Kerajaan Usmani berhasil dirubah dengan kekuatan militer Yennisary dengan melakukan penaklukan terhadap kerajaan Non-Islam. 

Dengan pasukan jennisary yang kuat, Orkhan dapat menaklukan Azmi, Thawasyanly, Uskandar, Ankara, dan Gallipoli. Wilayah tersebut merupakan daerah bagian benua Eropa yang pertama kali ditaklukkan kerajaan Usmani. Selanjutnya ekspansi kekuasaan pada masa tersebut juga mencakup seluruh wilayah Yunani yang meliputi daerah Balkan, Andrinopel, Mesodonia, Bulgaria. Ibu kota kerajaan yang baru adalah Andrinopel pada wilayah tersebut. 

Setelah Murad I meninggal dalam peperangan melawan pasukan Kristen, ekspansi kekuasaan diteruskan oleh putranya yaitu Bayazid I. Pasukan Bayazid I merebut benteng Philladelpia, Gramania dan Iran pada tahun 1391 M. Dengan demikian, secara bertahap kerajaan Usmani menjadi kerajaan besar. 

Dalam pertempuran melawan timur lenk,  Bayazid I meninggal dan sebagian besar wilayah Kekuasaan Turki Usmani jatu ketangan Timur Lenk. Namun demikian, pada masa pemerintahan Murad II, Kerjaan Usmani kembali bangkit yang terkenal dengan gelar Al-Fatih atau Sang Penakluk. Pada masa inilah ekspansi kekuasaan Islam berlangsung secara besar-besaran. Konstantinopel adalah salah satu kota penting yang berhasil ditaklukkan pada tahun 1453 M. 

Setelah Muhammad Al-Fatih wafat, pemerintahan dilanjutkan Bayazid II yang lebih memperhatikan kehidupan tasawuf daripada peperangan. Dalam bidang pemerintahan,  lebih cenderung berdamai dengan musuh yang membuat rakyatnya tidak patuh kepadanya termasuk anak-anaknya. Bayazid II kemudian mengundurkan diri karena sering berselisih dengan putra-putranya. Bayazid II kemudian digantikan oleh Salim I pada tahun 1512 M. Pada masa tersebut gelar Khalifah yang disandang oleh Al-Mutawakkil yang merupakan, keturunan Banii Abbas diberikan.Dengan demikian, pada masa inilah para Sultan Usmani memiliki dua gelar, yaitu gelar Sultan dan gelar Khalifah. Selama masa pemerintahannya delapan tahun,  Salim I menjadi penguasa dan pelindung dua kota suci yaitu Mekkah dan Madinah. 

Selanjutnya pemerintahan Sulaiman I merupakan puncak pencapaian kerajaan Turki Usmani. Karena berhasil menciptakan undang-undang yang mengatur masyarakat, Sulaiman I kemudian diberi gelar Al-Qanuni, yang berarti Sulaeman yang agung. Sulaiman I menyebut dirinya sultan dari segala sultan, raja dari segala raja. Pada masanya wilayah kekuasaan Turki Usmani meliputi dataran Eropa hingga Austria, Mesir dan Afrika Utara hingga ke Aljazair dan Asia hingga Persia, serta meliputi lautan Hindia, Laut Arabia, Laut merah, Laut tengah,dan Laut Hitam. 

Setelah Sulaeman Al Qanuni wafat, Kerajaan Turki Usmani mulai melemah. Para pemimpin lemah dan tidak berwibawa serta hidup dalam kemewahan sehingga sering terjadi penyimpangan keuangan Negara. 

Pencapaian Kerajaan Turki Usmani

Selain ekspansi kekuasaan yang dicapai oleh Kerajaan Turki Usmani, juga diiringi dengan berbagai kemajuan diberbagai bidang. Kemajuan-kemajuan tersebut, yaitu:

1. Bidang kemiliteran dan pemerintahan 

Salah satu yang menentukan keberhasilan ekspansi Usmani adalah keberanian,keterampilan,ketangguhan serta kekuatan militernya yang sanggup bertempur di mana saja dan kapan saja. Hal ini karena tabiat bangsa Turki sendiri yang bersifat militer berdisiplin dan patuh terhadap aturan. 
Selain itu, keberhasilan ekspansi kekuasaan juga didukung oleh terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam struktur pemerintahan, Sultan sebagai penguasa tertinggi dibantu oleh Shadr al-Azham atau perdana menteri yang membawahi pasya atau gubernur. Di bawah gubernur terdapat al-Awaliyah atau bupati. Untuk mengatur pemerintahan, urusan Negara dibentuk undang-undang pada masa Sulaeman I yang disebut Multaqa al- Abhur. Undang-undang tersebut menjadi pegangan hukum bagi Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada  abad 19. Undang-undang ini memiliki historis yang sangat penting karena merupakan undang-undang pertama di dunia.

2. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya

Walaupun pengembangan ilmu pengetahuan tidak mendapat perhatian besar Turki Usmani, namun mereka mengembangkan seni arsitektur berupa bangunan Masjid yang indah, misalnya masjid Al-Muhammadi atau masjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih, masjid agung Sulaeman dan masjid Ayyub  al-Ansari, masjid al- Ansari merupakan sebuah masjid yang semula adalah gereja Aya Shopia. Kesemua masjid ini dihiasi dengan kaligrafi yang indah. Pada masa Sulaeman banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung-gedung, pemakaman, saluran air, filla dan permandian umum terutama dikota-kota besar. Sisebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun dibawah kordinator hojasinan. Seorang arsitek asal Anatolia. 
Kemajuan dibidang intelektual pada masa pemerintahan Turki Usmani tidak begitu menonjol, adapun aspek-aspek intelektual yang dicapai yaitu:
  1. Terdapat dua buah surat kabar yang muncul pada masa itu, yaitu berita harian terkini Feka dan jurnal Tasfiri efkyar serta terjukani ahfal.
  2. Terjadi tranfomasi pendidikan, dengan mendirikan sekolah-sekolah dasar dan menengah serta perguruan tinggi, juga mendirikan Fakultas kedokteran dan fakultas Hukum. Disamping itu para belajar yang berprestasi dikirim ke prancis untuk melanjutkan studinya, yang sebelumnya itu tidak pernah terjadi.

3. Bidang keagamaan

Dalam tradisi, Agama memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial dan politik. Pihak penguasa sangat terikat dengan syariat Islam sehingga fatwa Ulama menjadi hukum yang berlaku. Mufti sebagi pejabat urusan Agama tertinggi berwenag member fatwa resmi terhadap problem keagamaan. Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan tidak bias berjalan. Pada masa ini kegiatan terus berkembang pesat. Al-bektasi dan Al-maulawi merupakan dua aliran tarekat yang paling besar. Tarekat bektasi sangat berpengaruh terhadap kalangan tentara sehingga mereka sering disebut tentara bektasi Yennisari. Sementara tarekat maulawi berpengaru besar dan mendapat dukungan dari penguasa dalam mengimbangi yennisari bektasi. Ilmu pengetahuan seperti fikhi, tafsir, kalam dan lain-lain, tidak mengalami perkembangan. Kebanyakan penguasa Usmani cenderung bersikap taklid dan fanatik terhadap suatu mazhab dan menentang mazhab-mazhab lainnya.

Menurut Ajid Tahir dalam bukunya menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan sehingga Turki Usmani memperoleh keamjuan antara lain :
  1. Adanya sistem pemberian hadiah berupa tanah kepada tentara yang berjasa ,
  2. Tidak adanya diskriminasi dari pihak penguasa,
  3. Kepengurusan organisasi yang cakap,
  4. Pihak Turki memberikan perlakuan baik terhadap saudara-saudara baru dan memberikan kepada mereka hak rakyat secara penuh,
  5. Turki telah menggunakan tenaga-tenaga profesional dan terampil,
  6. Kedudukan sosial orang-orang Turki telah menrik minat penduduk negeri-negeri Balkan untuk memeluk agama Islam,
  7. Rakyat memeluk agama Kristen hanya dibebani biaya perlindungan (jizyah) yang relatife murah dibandingkan pada masa Bizantium,
  8. Semua penduduk memperoleh kebebasan untuk menjalankan kepercayaannya masing-masing dan
  9. Karena Turki tidak fanatik agama, wilayah-wilayah Turki menjadi tempat perlindungan orang-orang Yahudi dari serangan kerajaan Kristen di Spanyol dan Portugal pada abad XFI. 

Kemunduran Turki Usmani

Pemerintahan  sultan Turki yang ke X, yaitu Sulaeman I merupakan masa pemerintahan terpanjang dibangdingkan dengan Sultan-Sultan lainnya. Selama pemerintahannya berhasil meraih kesuksesan dengan masuknya beberapa wilayah Negara besara Turki. Bahkan mempersatukan umat Islam dengan non Muslim dibawah kekuasaannya. Namun disisi lain tanda-tanda keruntuhan juga sudah mulai muncul kepermukaan. Pandangan tersebut lebih disebabkan oleh ketergantungan kerajaan ini kepada kesinambungan kekuatan politik seorang Sultan. 

Periode keruntuhan kerajaan Turki Usamani termanifestasi dalam dua priode yang berbeda pula, yaitu : 
  1. Priode desentrallisasi yang dimulai pada awal pemeritahan Sulatan Salim II hingga tahun 1683 ketika angkatan bersenjata Turki,Usmani gagak dalam merebut kota Fiena untuk kedua kalinya. 
  2. Priode dekompresi yang terjadi dengan munculnya anarki internal yang dipadukan denagn lepasnya wilayah taklukan satu per satu. Pada abad ke 16 kelompok derfisme telah menjadi kelompok yang solid dan mendominasi kekuatan politik bahkan menggeser posisi para aristoerat Turki tua. 
Namun pada prkembangan selanjutnya terjadi konflik intern yang menyebabkan mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam politik praktis. Mereka menngkondisikan Sultan agar lebih suka tinggal menghabiskan waktunya di Istana Keputren ketimbang urusan pemerintahan, agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang. Dengan mengeploitasi posisinya di mata penguasa terhadap rakyat mereka memanipulasi pajak dengan kewajiban tambahan kepada petani, akibatnya banyak penduduk yang berusaha untuk masuk ke dalam korp Jannisari. Hal ini mengakibatkan membengkakanya jumlah keanggotaan Jannisari yang hingga pertengahan abad ketujuh belas mencapai jumlah 200.000 orang.

Faktor-Faktor Penyebab Runtuhnya Turki Usmani

Untuk menentukan faktor penyebab utama kehancuran kerajaan Turki usmani merupakan persoalan yang tidak mudah. Alam sejarah lima abad akhir abad ke tiga belas smpai abad ke Sembilan belas Kerajaan Turki Usmani merupakan sebuah proses sejarah panjang yang tidak terjadi secara tiba-tiba. Mengamati sejarah keruntuhan Kerajaan Turki Usmani, dalam bukunya Syafiq A. Mughani melihat tiga hal kehancuran Turki Usmani, yaitu melemahnya sistem birokrasi dan kekuatan militer  Turki Usmani, kehancuran perekonomian kerajaan dan munculnya kekuatan baru di daratan Eropa serta serangan balik terhadap Turki Usmani.

1. Kelemahan para Sultan dan sistem birokrasi

Ketergantungan sistem birokrasi sultan Usmani kepada kemampuan seorang sultan dalam mengendalikan pemerintahan menjadikan institusi politik ini menjadi rentang terhadap kejatuhan kerajaan. Seorang sultan yang cukup lemah cukup membuat peluang bagi degradasi politik di kerajaan Turki Usmani. Ketika terjadi benturan kepentingan di kalangan elit politik maka dengan mudah mereka berkotak-kotak dan terjebak dalam sebuah perjuangan politik yang tidak berarti. Masing-masing kelompok membuat kualisi dengan janji kemakmuran, Sultan dikondisikan dengan lebih suka menghabiskan waktunya di istana dibanding urusan pemerintahan agar tidak terlibat langsung dalam intrik-intrik politik yang mereka rancang. 

Pelimpahan wewenan kekuasaan pada perdan menteri untuk mengendalikan roda pemerintahan. Praktik money politik di kalangan elit, pertukaran penjagaan wilayah perbatasan dari pasukan kefelerike tangan pasukan inpantri serta meluasnya beberapa pemberontakan oleh korp Jarrisari , untuk menggulingkan kekuasaan merupakan ketidak berdayaan sultan dan kelemahan sistem birokrasi yang mewarnai perjalanan kerajaan Turki Usmani.

2. Kemerosotan kondisi sosial ekonomi

Perubahan mendasar terjadi terjadi pada jumlah penduduk kerajaan sebagaimana terjadi pada struktur ekonomi dan keuangan. Kerajaan akhirnya menghadapi problem internal sebagai dampak pertumbuhan perdagangan dsn ekonomi internasional. Kemampuan kerajaan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mulai melemah, pada saat bangsa Eropa telah mengembangkan struktur kekuatan ekonomi dan keuangan bagi kepentingan mereka sendiri. Perubahan politik dan kependudukan saling bersinggungan dengan perubahan penting di bidang ekonomi. Esentralisasi kekuasaan dan munculnya pengaruh pejabat daerah memberikan konstribusi bagi runtuhnya ekonomi tradisional kerajaan  Turki Usmani.

3.  Munculnya kekuatan Eropa

Munculnya politik baru di daratan Eropa dapat dianaggap secara umum faktor yang mempercepat proses keruntuhan kerajaan Turki Usmani. Konfrontasi langsung pada dengan kekuatan Eropa berawal pada abad ke XFI, ketika masing-masing kekuatan ekonomi berusaha mengatur tata ekonomi dunia. Ketika kerajaan Usmani sibuk membenahi Negara dan masyarakat, bangsa Eropa malah menggalang militer, Ekonomi dan tekhnologi dan mengambil mamfaat dari

Faktor-faktor keruntuhan Kerajaan Turki Usmani dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu: 
  • Secara Internal 
  1. Luasnya wilayah kekuasaan dan buruknya sistem pemerintahan yang ditangani oleh orang-orang berikutnya yang tidak cakap, hilangnya keadilan, merajalelalanya korupsi dan meningkatnya kriminalitas, merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keruntuhan kerajaan Usmani,
  2. Heterogenitas pendududk dan agama,
  3. Kehidupan yang istimewa dan bermegahan dan
  4. Merosotnya perekonomian Negara akibat peperangan Turki mengalami kekalahan.
  • Secara Eksternal
  1. Timbulnya gerakan nasionalisme, bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan Turki berkuasa, mulai menyadari kelemahan dinasti tersebut,
  2. Terjadinya kemajuan tekhnologi di Baratn, khususnya dalam bidang persenjataan. Sedangkan  Turki mengalami stagnasi Ilmu pengetahuan sehingga jika terjadi perang, Turki selalu mengalami kekalahan.
Perang dunia pertama melengkapi proses kehancuran kerajaan Turki Usmani, pada bulan desember 1914, Turki Usmani melibatkan diri dalam perang dunia dan berada di pihak Jerman dan Austria. Bantuan militer dan ekonomi Jerman, kekuatan terhadap kekuatan Rusia serta keinginan keinginan untuk menyelamatkan kendali Turki Usmani menjadi alas an ketelibatan Turki dalam peristiwa tersebut. Pada tahun 1918, aliansi bangsa-bansa Eropa mengalahkan aliansi militer Jerman, Turki dan Austria. Memasuki tahun 1920, kerajaanTurki Usmani kehilangan keseluruhan propinsi yang ada di semenanjung Baalka, Mesir menjadi kemudian Negara protektorat Inggris dan bebas secara total dari kekuasaan kerajaan Turki Usmani.