Landasan Kepemimpinan dalam Pendidikan

1. Landasan religious

Sekolah dan kampus merupakan sub sistem pelayanan pendidikan yang pada dasarnya melaksanakan dua jenis pelayanan, yaitu:

  1. Pelayanan pendidikan 
  2. Pelayanan administrasi. 
Pelayanan pendidikan yang diberikan adalah pelayanan pemberian pengajaran dan pembelajaran, pelayanan penunjang pengajaran dan pembelajaran, dan pelayanan administrasi kependidikan. Pelayanan itu bisa mewujud dalam hal Kegitan belajar mengajar (KBM), pemberian ekstra kulikuler, informasi studi dan sebagainya. Akhirnya pelayanan pendidikan yang diselenggarakan lebih difokuskan pada upaya mendidik (edukasi) dan administrasi (profesional) sehingga inilah sesungguhnya bibit dari pelayanan kependidikan yang berdimensi komprehensif dan holistik.


Maka fokus utama dalam pengembangan institusi pendidikan ke depan adalah adalah bagaimana para stakeholders memberikan kontribusi signifikan terhadap ketercapaian tujuan pendidikan. Langkah pertama yang harus diperbuat adalah membuat sistem manajemen pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai ajaran agama baik Islam, Kristen, Hindu Kong Hu Chu dan Budha yang paling fundamental sebagai landasan etisnya. Keberadaan berbagai sumber ajaran itu mutlak adanya dalam menggerakkan segenap aktivitas manajemen pendidikan. Dengan mendasarkan segala aktifitas manajemen pendidikan yang bisa berupa pelaksanakan perencanaan (planning), pengorganisasiaan (organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan hingga pengawasan (controlling), maka output yang dihasilkan setidaknya secara etik berjiwa religius dan mampu mengispirasi segi-segi kehidupan lainnya untuk mengintegrasikan diri dengan ajaran agama. Dalam tataran fungsional, landasan ini menyiratkan adanya karakter (character) dan capability (kemampuan dan komitmen yang kuat) dalam mengupayakan segala aktifitas manajemen pendidikan I menuju target yang hendak dituju.

2. Landasan filosofil

“Bhineka Tunggal Ika”. Filsafat ini wujud pengakuan kebhinekaan manusia, baik vertikal maupun horizontal yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di muka bumi. Kebhinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan, kecerdasan, fisik, finansial, pangkat, kemampuan, pengendalian diri dsb. Kebhinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah afiliasi politik, dsb.

Bertolak dari filosofis tersebut maka, kecacatan dan keberbakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa, budaya dan agama. Artinya dari individu kecacatan pasti ditemukan keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam diri individu berbakat, pasti terdapat kecacatan tertentu, karena tidak ada makhluk di dunia ini yang sempurna. Sistem Pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar peserta didik yang beragam sehingga mendorong sikap demokratis dan penghargaan asas HAM.

Dengan demikian, kedudukan filsafat dan filsafat pendidikan sangat berperan sentral,terutama pada penentuan tujuan pendidikan. Yaitu bagaimana menjabarkan filsafat hidup atau tujuan hidup menjadi tujuan pendidikan. Kesesuaian antara filsafat hidup dan tujuan pendidikan dapat menentukan hasil pendidikan yang akan dicapainya.

Jadi, Pancasila menjadi filsafat pendidikan Pancasila berkenaan dengan kepastian mekanisme penyerapan kristalisasi nilai yang menjadi harapan masyarakat, kemudian dirumuskan menjadi tujuan pendidikan sehingga arah dan landasan pendidikan nasional Indonesia yang bersifat filosofis, yaitu filsafat pendidikan Pancasila

Landasan filsafat pendidikan memberi perspektif filosofis yang seyogyanya merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang menyikapi serta melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu maka ia harus dibentuk bukan hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan teori pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta pendekatan-pendekatannya kepada kerangka konseptual kependidikan.

3. Landasan Yuridis

Deklarasi Dakar Pendidikan Untuk Semua :
  • Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak dini usia, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung.
  • Menjamin bahwa menjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak perempuan, anak-anak dalam keadaan sulit dan mereka yang termasuk minoritas etnik, mempunyai akses dan menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas dan wajib dengan kualitas baik.
  • Menjamin bahwa kebutuhan belajar semua manusia muda dan orang dewasa terpenuhi melalui akses yang adil pada program-program belajar dan kecakapan hidup (life skills) yang sesuai.
  • Mencapai perbaikan 50% pada tingkat keniraksaraan orang dewasa menjelang tahun 2015, terutama bagi kaum perempuan, dan akses yang adil pada pendidikan dasar dan berkelanjutan bagi semua orang dewasa.
  • Menghapus disparitas gender dalam pendidikan dasar dan menengah menjelang tahun 2005 dan mencapai persamaan gender dalam pendidikan menjelang tahun 2015 dengan suatu fokus jaminan bagi perempuan atas akses penuh dan sama pada prestasi dalam pendidikan dasar dengan kualitas yang baik
Memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin keunggulannya, sehingga hasil belajar yang diakui dan terukur dapat diraih oleh semua, terutama dalam keaksaraan, angka dan kecakapan hidup (life skills) yang penting. Seruan International Education For All ( EFA) yang dikumandangkan UNESCO sebagai kesepakatan global hasil World Education Forum di Dakar, Senegal tahun 2000, penuntasan EFA diharapkan tercapai pada tahun 2015.

Seruan ini senafas dengan semangat dan jiwa Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur mengenai Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.

Pernyataan Salamanca Tahun 1994 merupakan perluasan tujuan Education For All melandasi pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan pergeseran kebijakan pemerintah yang mendasar untuk menggalakkan pendekatan pendidikan inklusif.

4. Landasan Psikologi

Dalam Al-Quran, ada beberapa kata kunci yang berbicara mengenai psikologi yaitu al-nafs, al-qalb, al-aql, al-ruh, dan fitrah. Dari analisa terhadap kosa kata tersebut, secara metode tafsir maudhu’i atau tematik akan diformulasikan sejumlah konsep-konsep psikologi dari Al-Quran, selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk menyusun paradigma teori psikologi Islami.

Psikologi Islam merupakan sebuah aliran baru dalam dunia psikologi yang mendasarkan seluruh bangunan teori-teori dan konsep-konsepnya kepada Islam. Islam sebagai subjek dan objek kajian dalam ilmu pengetahuan, harus dibedakan kepada tiga bentuk: Islam sebagai ajaran, Islam sebagai pemahaman dan pemikiran serta Islam sebagai praktek atau pengamalan. Islam sebagai ajaran bersifat universal dan berlaku pada semua tempat dan waktu, bersifat absolut dan memiliki kebenaran normatif,  yaitu benar berdasarkan pemeluk agama tersebut, sehingga bebas ruang dan waktu. Islam sebagai pemahaman dan praktek, selalu berhubungan dengan ruang dan waktu, sehingga bersifat partikular, lokal dan temporal. Dan itu semua adalah fondasi awal untuk melakukan gagasan aktulisasi psikologi Islami. Dalam kontek Aceh paska pengesahan RUU-PA, kita berharap supaya qanun-qanun tentang pendidikan secara umum dapat memuat rincian ketiga hal tersebut, karena itu adalah ruh dari psikolongi pendidikan kita kedepan post conflict and post tsunami.

5. Landasan sosialkultural

Pendidikan sebagai gejala sosial dalm kehidupan mempunyai landasan individual, sosial dan cultural. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil beralngsung dalam skala relatif tebatas seperti antara sesama sahabat, antara seorang guru dengan satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar manusia sebagai individu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat pembawaanya yang baik dengan lengkap. Manusia berkembang sebagai individu menjadi pribadi yang unik yang bukan duplikat pribadi lain. Tidak ada manusia yang diharap mempunyai kepribadian yang sama sekalipun keterampilannya hampir serupa. Dengan adanya individu dan kelompok yang berbeda-beda diharapkan akan mendorong terjadinya perubahan masyarakat dengan kebudayaannya secara progresif. Pada tingkat dan skala mikro pendidikan merupakan gejala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama (subyek) yang masing-masing bernilai setara. Tidak ada perbedaan hakiki dalam nilai orang perorang karena interaksi antar pribadi (interpersonal) itu merupakan perluasan dari interaksi internal dari seseorang dengan dirinya sebagai orang lain, atau antara saya sebagai orang kesatu (yaitu aku) dan saya sebagai orang kedua atau ketiga.

6. Landasan ekonomi 

Sistem ekonomi Islam bersifat terikat nilai, paradigma ini selaras dengan visi dan misi diturunkan risalah Islam oleh Allah SWT lewat perantaraan Nabi Muhammad SAW yaitu untuk membawa kedamaian dan keselamatan bagi semesta alam (rahamatal lil ‘aalamien). Aktivitas ekonomi harus selalu diorientasikan pada nilai-nilai Islam baik dalam aspek produksi, distribusi maupun konsumsi sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Kebebasan (freedom) dalam sistem Islam adalah kebebasan yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam sebagaimana Allah SWT telah berfirman.  “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiyaa’ : 107)

Sistem ekonomi Islam bersifat dinamik, penelitian dan pengembangannya berjalan terus seiring dengan perkembangan dan dinamika kehidupan manusia. Nilai-nilai fundamental Islam bersifat ajeg namun aplikasinya senantiasa lentur menghadapi dinamika perubahan yang terjad Sebagaimana fungsi Al-Qur’an sebagai petunjuk (hudan) dan pembeda (furqon) bagi kehidupan manusia yang senantiasa relevan sampai akhir zaman.


DAFTAR PUSTAKA

Nanang Fattah,1996. Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung : Rosdakarya.
Sholeh,M. Hakikat Manajemen Pendidikan di akses dari
http:/Koranpendidikan.com/2009/24/03 . Pada tanggal Selasa, 24 Maret 2009 10:26:24
Tilaar, H.A.R. 1995. 50 Tahun Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995: Suatu Analisis Kebijakan. Jakarta: Grafindo. 1995.
Thoha, Miftah. 2003. Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta: Raja Grafindo Persada