A. Hakekat Komunikasi Antar budaya dan Agama

Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya, ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Dasar keingintahuan ini memaksa manusia perlu berkomunikasi. Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari masyarakat. Pengaruh keterisolasian ini akan menimbulkan depresi mental yang pada akhirnya membawa orang kehilangan keseimbangan jiwa. Banyak para pakar menilai bahwa komunikasi adalah salah satu kebutuhan yang sangat fundamental bagi manusia seperti halnya bernafas. Sepanjang manusia ingin hidup maka ia perlu berkomunikasi.

Salah satu kelebihan manusia dalam hal menyampaikan hasrat, keinginan, dan pikirannya adalah melalui komunikasi, karena dengan komunikasi manusia dapat bekerjasama dengan anggota masyarakat lainnya, baik dalam lingkungan keluarga, kelompok belajar, Perguruan Tinggi, RT, RW, Desa, Kota dan negara secara keseluruhan untuk mencapai tujuan bersama. Jadi dengan komunikasi, pada hakikatnya dapat menciptakan keselarasan, kebersamaan, dan saling memahami terhadap sisi-sisi perbedaan yang dimiliki individu-individu lainnya.

Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia, bisa dipastikan akan “tersesat”, karena ia tidak berkesempatan menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Komunikasilah yang memungkinkan individu membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai panduan untuk menafsirkan situasi apapun yang ia hadapi. Komunikasi pula yang memungkinkannya memperlajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi situasi-situasi problematik yang ia masuki. 

Oleh karena itu, dengan mengerti hakikat dalam berkomunikasi, maka sikap inklusvfitas akan lebih mudah dengan saling memahami segala macam bentuk perbedaan yang ada.

B. Bentuk-bentuk Komunikasi Antar budaya dan Agama

1. Komunikasi Antar pribadi

Manusia merupakan mahluk sosial, karena itu, kehidupan manusia selalu ditandai dengan pergaulan antarmanusia, misalnya dalam keluarga, lingkungan tetangga, sekolah dan lain sebagainya. Pergaulan manusia merupakan salah satu bentuk peristiwa komunikasi dalam masyarakat. Dalam proses pergaulan tersebut, mereka saling bertukar informasi, membagi gagasan dan sikap, bahkan proses penyesuaian pikiran, menciptakan simbol yang mengandung suatu pengertian bersama. Proses pergaulan tersebut merupakan suatu proses yang bersifat dialogis, psikologi yang pada gilirannya membentuk proses sosial. Di sinilah keunikan komunikasi antarpribadi, mempunyai keunikan karena selalu dimulai dari proses hubungan yang bersifat psikologis, dan proses psikologis selalu mengakibatkan keterpengaruhan. Maka benar kata Devito bahwa, komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung.

Karena sifatnya dialogis, maka pesan yang disampaikan seorang komunikator akan lebih mudah pahami dan dimengerti oleh komunikan pada waktu itu juga. Menurut Dean C. Barnlund mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi selalu dihubungkan dengan pertemuan antar dua, tiga atau mungkin empat orang yang terjadi secara spontan dan tidak terstruktur.  Dalam kenyataannya, proses komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor personal maupun kelompok. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut antara lain faktor kognitif seperti konsep diri, persepsi, sikap, orientasi diri, dan harga diri.

Konteks komunikasi antarbudaya juga meliputi komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang berbeda latar belakang pribadi atau kelompok, termasuk latar belakang kebudayaan. Pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi seorang komunikator dengan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia berhubungan prosesnya yang dialogis.

2. Komunikasi Antar kelompok

Komunikasi antarkelompok merupakan komunikasi antara sejumlah orang dalam sebuah kelompok. Komunikasi antarbudaya sering terjadi di dalam konteks kelompok yang anggotanya berbeda latar belakang kebudayaan. Termasuk dalam pengertian konteks komunikasi antar kelompok adalah operasi komunikasi antarbudaya di kalanagan ingroup maupun antara anggota sebuah ingroup dengan outgroup, atau bahkan antara perbagai kelompok.

3. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang terjadi antara komunikator dengan komunikan dengan menggunakan simbol-simbol bahasa sebagai variabel penghubung antara kedua pelaku komunikasi tersebut. Dalam kaitannya dengan ilmu komunikasi, kata verbal menunjukkan pesan-pesan yang dikirimkan atau yang diterima dalam bentuk kata-kata, baik lisan maupun tulisan. Dalam komunikasi antarmanusia sehari-hari, kita berkenalan dengan istilah-istilah, seperti bahasa lsian, bahasa tulisan, bahasa isyarat, dan bahasa jarak. Semuanya itu merupakan gambaran tentang aspek pragmatis dari penggunaan bahasa. Kita memahami bahasa lisan hanya karena penggunaan bahasa itu melalui ucap yang dalam istilah komunikasi disebut komunikasi lisan. Selain penyampaian pesan yang dilakukan secara oral/lisan, kita kadang-kadang mengalihkan pesan melalui tulisan. Itulah disebut komunikasi verbal. Bahasa (lisan atau tulisan), merupakan media untuk saling memperkenalkan kebudayaan. Seseorang dapat mempelajari atau saling bertukar informasi tentang budayanya kedapa orang lain.

Ketika lagu-lagu diperdenganrkan, mulai dari bintang kecil hingga Indonesia Raya. Alat musik tradisional semacam angklung pun terdengar. Busana dikenakan juga, busana dari Sabang sampai Merauke. Ada yang mengenakan pakaian Bali, Minang, atau Jawa. Dengan gerakan lentur dan lucu, para penari yang masih seusia SD itu pemperlihatkan keterampilan membawakan tari Pasambahan, Indang, hingga tari Merak. Tetapi ada yang membedakan dengan pesta di sekolah Indonesia. Para penarinya tidak berkulit sawo matang. Mereka adalah bocah-bocah bule, dengan mata biru atau cokelat, atau berambut pirang. Mereka adalah murid-murid SD Benalla East, kira0-kira 120 km dari Melbourne, Australia. Mereka, para murid sekolah itu, tertari belajar bahasa Indonesia, termasuk keseniannya. Cerita ini menunjukkan bahwa anak-anak Australia belajar komunikasi antarbudaya. Medianya adalah bahasa Indonesia yang dipelajari secara verbal melalui kata-kata dan secara nonverbal melalui tarian.

4. Komunikasi Non Verbal

Manusia dalam berkomunikasi selain memakai kode verbal (bahasa) juga memakai kode nonverbal. Kode nonverbal biasa disebut bahasa isyarat atau bahasa diam (silent language).

Di Spanyol, untuk mamanggil seseorang, lambaian jari-jari tangan dengan telapak tangan di bawah. Di Amerika, tangan digunakan bebas pada saat berbicara. Ibu jari dan telunjuk bersama-sama membentuk lingkaran dengan ketiga jari lainnya lepas (berdiri renggang) berarti ‘Oke’ atau segala sesuatunya beres. Akan tetapi di Brazil justru isyarat Oke-nya Amerika di anggap tidak senonoh. Hal ini tidak dapat dibayangkan, bagaimana jika terjadi komunikasi antar orang Amerika dengan orang Brazil?. Petikan di atas, menunjukkan bahwa pesan-pesan komunikasi tidak dialihkan hanya secara verbal, tetapi dengan menggunakan bahasa isyarat, gerakan-gerakan anggota tubuh, tangan, bahkan jari demi jari. Semua gerakan itu mempunyai makna tertentu.

Oleh karena itu, peranan komunikasi antarbudaya sangat penting, agar dalam berkomunikasi terhadap orang yang berbeda dengan budaya dengan kita tidak terjadi misunderstanding of culture values. Coba bayangkan, anda sebagai orang Amerika memakai simbol-simbol bahasa nonverbal anda di tengah-tengah orang Brazil, maka yang terjadi adalah mereka (orang Brazil) akan tersinggung atau kemungkinan akan mengusir anda. Oleh sebab itu, sangat penting memahami budaya orang lain secara arif tanpa sikap etnosentrisme ataupun stereotip.

5. Pendidikan 

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa Indonesia merupakan negara yang multi-kultur yaitu terdiri dari berbagai suku, ras, bahasa, budaya dan agama. Perbedaan tersebut membuat Indonesia rentang dengan konflik. Di era globalisasi saat ini, pergaulan antarmanusia, bangsa, etnis, agama, suku, dan budaya semakin hari semakin rapat, dekat, dan menyempit, sehingga nyaris tidak ada jarak ruang dan waktu yang berarti. Dalam masyarakat global terjadi pergumulan, perbenturan, dan percampuran nilai-nilai yang jauh lebih mendalam, rumit, dan kompleks daripada hanya sekedar perbenturan kategori-kategori antropologi klasik seperti suku, ras, etnis, dan agama.

Globalisasi mempunyai kekuatan untuk mendobrak nilai-nilai tradisi dan agama yang telah mapan. Untuk itu, diperlukan telaah ulang terhadap nilai-nilai yang berkembang pada era global yang telah ikut membentuk pola budaya dan perilaku sosial masyarakat Indonesia selama ini, dan kemudian mencari nilai-nilai baru yang lebih kondusif bagi masyarakat yang plural di masa mendatang. Peran pendidikan tentang multikultur sangat penting untuk menciptakan kehidupan damai antarumat manusia khususnya di Indonesia yang selama ini disalahartikan.

Pendidikan multikultural adalah suatu cara untuk mengajarkan keragaman dengan mengedepankan rasionalitas, intelektual, sosial dan pragmatis secara inter-relatif yaitu mengajarkan inklusivisme, pluralisme, dan saling menghargai semua orang, menginterpretasikan studi tentang fakta-fakta, sejarah, kebudayaan, nilai-nilai, struktur, perspektif, dan kontribusi semua kelompook ke dalam kurikulum sehingga dapat membangun oengetahuan yang lebih kaya dan kompleks, dan akurat tentang kondisi kemanusiaan di dalam dan melintasi konteks waktu, ruang dan kebudayaan tertentu. Orientasi pendidikan semacam ini, untuk mengubah tingkah laku individu untuk tidak berprasangka negatif, meremehkan apalagi melecehkan budaya orang atau kelompok lain, khususnya dari kalangan minoritas. Selain itu, juga ditujukan untuk , adalah untuk menumbuhkan pemahaman dan toleransi dalam diri individu terhadap berbagai perbedaan rasil, etnis, agama, gender, warna kulit dan lain sebagainya.

Berikut ini, beberapa pesan komunikasi antarbudaya dan agama yang harus teraktualisasi untuk menghilangkan kesenjangan yang terjadi sehingga tercipta kearifan dalam berbudaya dan beragama, Antara lain:
  1. Belajar hidup dalam perbedaan
  2. Membangun saling percaya
  3. Memelihara saling pengertian
  4. Menjunjung sikap saling menghargai
  5. Terbuka dalam berpikir
Di samping itu, melalui pendidikan diharapkan dapat membangun kehidupan multikultural yang sehat; dengan  meningkatkan toleransi dan apresiasi antarbudaya yang tinggi  sehingga dapat mengerti  berbagai model dan ciri khas budaya tertentu,  terutama psikologi  dan pola perilaku masyarakatnya.

6. Diskusi

Diskusi dan dialog tentang persoalan di masyarakat yang diakibatkan perbedaan budaya, agama, ras merupakan moment untuk mendamaikan dan menghentikan konflik tersebut.Terjadinya konflik yang bernuansa SARA, mulai sejak tahun 1995 hingga sekarang, dipicu dan disulut oleh isu perbedaan dan pertentangan antarsuku, ras, agama dan golongan, di Pekalongan (1995), Tasikmalaya (1996), Rangkasdengklok (1997), Sanggau Ledo, Kalimantan Barat (1996 dan 1997), Ambon dan Maluku (1999),[bahkan di Poso yang hingga hari ini suasananya masih memanas. Akibat dari konflik tersebut mendapat perhatian serius pemerintah bahkan masyarakat secara umum untuk mencari solusi alternatif. Berbagai dialog pun dilakukan sebagai solusi untuk membangun dan menumbuhkan kesadaran di antara mereka yang bertikai.

Meskipun sebagian kalangan menilai bahwa dialog kurang efektif sebagai mediator untuk mereda konflik yang berbau SARA tersebut. Langkah tersebut hanya efektif dan berguna untuk elit pemimpin agama, tetapi belum dapat menyentuh lapis bawah dan akar rumput umat. Apakah pandangan seperti itu benar seratus persen, apakah langkah dialog memang tidak efektif ?. Alasan seperti itu tentunya tidak bisa dijadikan landasan teori sepenuhnya, untuk mengklaim bahwa dialog tidak efektif.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa tujuan dialog adalah untuk merundingkan atau mendiskusikan permasalah yang terjadi, tentang perbedaan ras, agama, budaya, bahasa, dan kalim-klaim ekslusif yang berdampak munculnya sikap egoisme dengan menganggap klaimnya yang benar. Sikap egoisme merupakan akar permasalahan yang saat ini terjadi di Indonesia.Suatu suku menganggap dirinya yang lebih tinggi dibangingkan dengan suku lain, suatu agama menganggap agamanya yang paling benar, dan tidak mengakui suku dan agama yang berbeda dengannya.

Hakikat dialog bukan sekedar memberi informasi, mana yang sama dan mana yang berbeda, bukan pula merupakan suatu usaha agar orang yang berbicara menjadi yakin akan eksistensi dirinya, dan menjadikan orang lain mengikutinya, dan bukan pula merupakan usaha untuk mengitegrasikan yang berbeda menjadi satu, bukan pula usaha untuk menciptakan sesuatu yang baru yang dapat diterima oleh semua pihak, bukan pula mencari kemenangan atas yang lainnya, akan tetapi dialog bertujuan untuk menciptakan kesamaan dan saling pengertian untuk mencapai kebenaran dalam proyek-proyek yang menyangkut kepentingan bersama.

7. Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah proses komunikasi yang berlangsung di mana pesannya dikirim dari sumber yang melembanga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televise, surat kabar dan film. Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya. Komunikasi massa memiliki ciri tersendiri, yaitu sifat pesannya terbuka dengan khalayak yang variatif, baik dari segi usia, agama, golongan, suku, pekerjaan maupun dari segi kebutuhan.

Selain itu, sifat penyebaran pesan komunikasi massa berlangsung sangat cepat, serempak dan luas. Ia mampu mengatasi jarak dan waktu, serta tahan lama bila didokumentasikan. Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (ras, etnik, agama, atau perbedaan-perbedaan sosio- ekonomi).Karena ciri masyarakat Indonesia adalah plural yang terdiri dari berbagai macam suku, adat-istiadat, bahasa, budaya dan agama, maka efektivitas peran media komunikasi sangat membantu untuk menyampaikan pesan-pesan baik budaya maupun agama. Dalam hal ini, komunikasi antarbudaya dan agama sangat memungkinkan untuk dilakukan mengingat media dan sarana tersebut merupakan bagian dari komunikasi antarbudaya dan agama itu sendiri.

Salah satu bentuk dan kelebihan komunikasi massa, adalah pesan yang disampaikan tidak mesti harus bertatap muka dengan komunikan, akan tetapi cukup dengan melalui media massa, komunikan dapat menerima pesan-pesan yang disampaikan. Apakah itu melalui televise, radio, telepon, iklan, film dan lain sebagainya.

Walaupun media massa lebih bersifat pada komunikasi satu arah, akan tetapi isi pesan yang disampaikannya dapat merubah dan mempengaruhi sikap dan perilaku komunikan (khalayak), apakah feed back-nya itu negatif begitupun sebaliknya.

Kehadiran media komunikasi sangat sulit dibendung dengan berbagai dampak yang ditawarkan. Oleh karena itu, subtansi dalam komunikasi antar budaya dan agama dapat tercapai, harus dilakukan sensor secara substantif yang berperan sebagai korektor terhadap penyimpangan norma sosial yang dominan, dengan melancarkan tekanan korektif terhadap subsistem yang mungkin keluar dari keseimbangan fungsional. Pengungkapan skandal atau perbuatan yang merugikan kepentingan umum dan melecehkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, harus disiarkan dengan fungsi sebagai pemeliharaan kestabilan. Sedang kontrol secara  distributif, berfungsi  memelihara keseimbangan sistem  melalui diseminasi selektif dan berbagai ragam  teknik-teknik penyebaran maupun  penyaringan informasi, yang mungkin dapat mengundang kemelut dalam masyarakat atau menimbulkan perpecahan, justru media komunikasi dituntut untuk dapat  menampilkan berbagai informasi yang bersifat  apresiatif terhadap budaya masyarakat lain. 

Diharapkan dengan kahadiran media-media tersebut (radio, televise, internet, iklan, dan lain sebagainya) dapat memberikan kontribusi yang bisa membantu efektivitas pelaksanaan komunikasi antarbudaya dan agama.