Perilaku agresi merujuk pada tindakan atau perilaku yang memiliki niat untuk menyakiti, merugikan, atau menyebabkan ketidaknyamanan kepada orang lain. Agresi dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk fisik, verbal, atau relasional. Beberapa contoh perilaku agresi meliputi pukulan, tendangan, penghinaan verbal, intimidasi, atau merusak properti orang lain.

Perilaku agresi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk faktor psikologis, lingkungan, atau sosial. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku agresi melibatkan kecemasan, frustasi, atau konflik yang tidak terselesaikan. Selain itu, lingkungan yang mengandung kekerasan atau tekanan sosial juga dapat berkontribusi pada munculnya perilaku agresif.
Faktor Penyebab Terjadinya Perilaku Agresi


Penting untuk diingat bahwa tidak semua bentuk agresi bersifat merugikan atau merusak. Beberapa bentuk agresi mungkin bersifat pertahanan diri atau dapat muncul dalam konteks olahraga atau permainan kompetitif. Namun, ketika perilaku agresi mencapai tingkat yang merugikan atau tidak dapat diterima dalam masyarakat, perlu diatasi dan dielola dengan tepat.

Studi perilaku agresi melibatkan berbagai bidang, termasuk psikologi, sosiologi, dan ilmu perilaku. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresi, serta untuk mengembangkan strategi intervensi yang efektif untuk mencegah atau mengurangi tingkat agresi dalam berbagai konteks kehidupan.

A. Faktor Penyebab Terjadinya Agresi

Salah satu penentu prilaku agresi yang sangat penting adalah kemarahan. Ada dua sumber utama yang secara umum membangkitkan amarah yaitu serangan dan frustasi. Pada umumnya orang akan marah dan agresi bila diserang. Bayangkan bahwa sedang membaca Koran, tiba-tiba seseorang menuangkan segelas air pada tengkuk anda. Dalam kasus tersebut orang melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan terhadap diri seseorang, hal ini dapat meningkatkan agresi. Sumber utama kedua rasa marah adalah frustasi. Frustasi adalah gangguan atau kegagalan dalam mencapai tujuan. Bila seseorang hendak pergi ke suatu tempat, melakukan sesuatu, atau menginginkan sesuatu, dan dihalangi, dapat dikatakan tersebut mengalami frustasi. Salah satu prinsip dasar dalam psikologi adalah bahwa frustasi cenderung membangkitkan perasaan agresif. Pengaruh frustasi terhadap perilaku diperlihatkan dalam penelitian klasik yang dilakukan oleh Barker, Dembo, dan Lewin (1941). 

Kepada sekelompok anak ditunjukkan ruangan yang penuh berisi mainan yang menarik, tetapi mereka tidak diizinkan untuk memasukinya. Mereka berdiri diluar, memperhatikan mainan-mainan itu, untuk memainkannya, tetapi tidak dapat meraihnya. Sesudah menunggu beberapa saat, mereka diperbolehkan untuk bermain dengan mainan tersebut. Kelompok anak-anak yang lain diberi mainan tanpa dihalangi terlebih dahulu. Anak-anak yang sudah mengalami frustasi membanting mainan kelantai dan melemparkannya kedinding, dan pada umumnya menampilkan perilaku merusak. Anak-anak yang tidak mengalami frustasi lebih tenang dan tidak menampilkan perilaku merusak. Contoh ini menggambarkan pengaruh frustasi terhadap perilaku marah yang pada akhirnya melahirkan perilaku agresif.

Disamping adanya faktor penentu perilaku agresif juga dipengaruhi adanya faktor pengarah dan pencetus agresi yaitu :

a. Kekuasaan dan kepatuhan

Stanly Milgram, salah seorang pelopor dalam penelitian pengaruh kepatuhan terhadap agresi mengatakan bahwa kepatuhan individu terhadap otoritas atau penguasa mengarahkan individu tersebut kepada agresi yang lebih intens, karena dalam situasi kepatuhan individu kehilangan tanggung jawab (tidak merasa bertanggung jawab) atas tindakan-tindakannya serta meletakkan tanggung jawab itu pada penguasa.

b.  Provokasi

Wolfgang (1957) dalam Tri Dayakisni mengemukakan bahwa tiga per-empat dari 600 pembunuhan yang diselidikinya terjadi karena adanya provokasi dari korban. Sedangkan Moyer (1971) mencatat bahwa sejumlah teori  percaya bahwa provokasi bisa mencetuskan agresi, karena provokasi itu oleh pelaku  agresi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agresif untuk meniadakan bahaya yang diisyaratkan oleh ancaman itu.

c.  Pengaruh obat-obatan terlarang  

Banyak terjadinya perilaku agresi dikaitkan pada mereka yang mengkonsumsi alkohol. Menurut penelitian Pihl dan Ross (dalam Tri Dayakisni) mengkonsumsi alkohol dalam dosis yang tinggi meningkatkan kemungkinan respon agresi ketika seseorang diprovokasi. Demikian juga obat-obatan terlarang lainnya seperti phencyllidrine, tindak kekerasan terjadi segera setelah mengkonsumsi atau selama dalam pengaruh obat  itu, dan ini berlangsung selama beberapa minggu. Sedangkan barbiturates tampaknya menimbulkan perasaan mudah terangsang (irritability), permusuhan dan agresi terbuka. Streroids yang digunakan para atlet untuk meningkatkan kemampuan ternyata dalam dosis besar dapat meningkatkan reaksi kemarahan, demikian pula cocaine sering digunakan dalam “kekerasan instrumental” (suatu bentuk kekerasan yang dilakukan untuk memperoleh uang yang pada gilirannya digunakan untuk membeli obat-obatan terlarang.

d. Kondisi Aversif

Kondisi aversif adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang ingin dihindari oleh seseorang. Leornard Berkowitz dalam David L. Watson menyatakan bahwa kondisi ini adalah salah satu kondisi dasar yang mendorong kearah agresi. Dengan adanya faktor yang kurang menyenangkan itu, orang berusaha menghilangkan atau mengubah situasi itu. Apabila situasi yang tidak menyenangkan adalah mahluk hidup atau orang, maka akan timbul agresi terhadap oarang tersebut.

e.  Isyarat Agresi

Isyarat agresi adalah stimulus yang disosiasikan dengan sumber frustasi yang menyebabkan agresi. Bentuk bisa senjata tajam atau orang yang menyebabkan frustasi. Salah satu keadaan yang sering digunakan untuk menerangkan hal ini adalah konsep Weapon effect, yaitu menerangkan bahwa kehadiran senjata tertentu yang sering digunakan untuk perbuatan agresi biasa yang membagkitkan agresi. Sebagai contoh adalah orang yang dekat dengan pistol atau senapan laras panjang atau pedang akan lebih cepat menjadi agresif meskipun dengan sedikit stimulasi. Efek senjata ini hanya sebagai pemicu terjadinya agresi, bukan penyebab utama.
f.  Kehadiran orang lain
Kehadiran orang, terutama orang yang diperkirakan agresif, berpotensi untuk menumbuhkan agresi. Diasumsikan bahwa kehadiran tersebut akan berpartisipasi ikut agresif. Dilain pihak, kehadiran orang lain justru sering menghambat agresi, terlebih lagi bila orang tersebut adalah pemegang otonomi yang berwibawa, seperti polisi.

g.  Karakteristik Individu

Karakteristik individu berpengaruh terhadap munculnya perilaku agresi, salah satu diantaranya adalah perbedaan jenis kelamin. Agresi berkaitan dengan hormone tertentu, yaitu hormone yang ada pada pria (testoteron). Hipotesis ini berangkat dari fakta bahwa ternyata lebih banyak lelaki yang melakukan agresif dari pada wanita. Secara statistic dapat ditunjukan bahwa hampir semua data menunjukan pria lebih banyak melakukan tindakan agresi yang bersifat fisik. Pada sisi lain wanita pada umumnya lebih empati terhadap korban sehingga agresivitasnya rendah.

B. Cara Mengurangi Prilaku Agresi

Perilaku agresi merupakan masalah utama dalam masyarakat. Kejahatan individu dan kekerasan sosial dalam skala besar sangat merugikan dan membahayakan kesejahteraan individu maupun struktur sosial secara umum. Karena itu pemahaman tentang bagaimana cara mereduksi agresivitas merupakan hal yang penting. Ada beberpa tehnik yang digunakan untuk mereduksi (mengurangi) perilaku agresif, yaitu:

a. Hukuman dan Pembalasan

Rasa takut terhadap hukuman dan atau pembalasan bisa menekan perilaku agresi. Tipe orang rasional akan memperhitungkan akibat agresi dimasa mendatang dan berusaha untuk tidak melakukan prilaku agresif bila ada kemungkinan mendapat hukuman. Meskipun secara temporer biasanya hukuman atau pembalasan dianggap efektif untuk menekan agresi, terlalu riskan bila cara ini dijadikan pemecahan umum untuk masalah tersebut.Dan terkadang rasa takut terhadap hukuman atau pembalasan bisa menimbulkan agresi balik. Karena orang diserang mempunyai kecenderungan untuk membalas penyerangan, meskipun pembalasan itu bisa menimbulkan serangan yang lebih besar.

b. Mengurangi Frustasi

Setiap masyarakat menjamin adanya tingkat kesamaan hak untuk mendapatkan keperluan hidup, seperti makanan, pakaian, perumahan dan kehidupan berkeluarga. Alasan utamanya adalah untuk menghindari gangguan kekerasan yang berskala besar dalam kehidupan sehari-hari terutama dari kelompok-kelompok yang frustasi. Sebagai contoh, sesudah kerusuhan minoritas pada tahun 1960-an, komosi Kerner menganjurkan perluasan perubahan sosial untuk meningkatkan perlakuan terhadap orang Negro di Amerika, dengan asumsi bahwa pengurangan frustasi mereka akan mengurangi kemungkinan timbulnya kerusuhan lebih lanjut.

c. Hambatan Yang Dipelajari

Tehnik lain untuk mengurangi agresi adalah dengan belajar mengendalikan prilaku agresif kita sendiri, tidak peduli apakah kita diancam akan dihukum atau tidak. Ada dua hal yang perlu dipelajari yaitu, menekan perilaku agresif secara umum dan menekannya dalam situasi tertentu. Hambatan yang dipelajari ini merupakan control perilaku kekerasan yang paling kuat.

d. Pengalihan

Seringkali orang dibuat frustasi atau jengkel oleh seseorang tetapi tidak dapat membalasnya mungkin karena orang itu terlalu kuat, atau mereka terlalu cemasdan terhambat untuk melakukannya. Dalam situasi semacam ini, mungkin mereka akan mengekspresikan agresi dengan cara lain, diantaranya dengan cara  disebut pengalihan yaitu mengekspresikan terhadap sasaran pengganti.
Jika seseorang melarang anak laki-lakinya menonton bioskop pada hari sekolah, anak itu akan merasa marah dan agresif. Dia tidak menyerang orang tuanya karena si orang tua terlalu kuat dan karena adanya hambatan sosial. Karena itu dia melepaskan kemarahanya pada orang lain. Dia mempunyai sejumlah orang yang bisa diperlukan misalnya, kakaknya, adiknya, maupun teman sebayanya.
e. Katarsis
Katarsis mempunyai arti pelepasan ketegangan emosional yang mengikuti pengalaman yang kuat. Samuel W. dalam Tri Dayakisni menjelaskan dinamika terjadinya katarsis sebagaimana paparan berikut ini yang dimulai dari keadaan seimbang, individu mengalami berbagai macam peristiwa yang menyebabkan dia frustasi atau stress. Kondisi ini selanjutnya dipengaruhi oleh faktor-fakotr lain, misalnya struktur kepribadian, kebiasaan-kebiasaan yang telah tertanam dalam dirinya. Dengan adanya dukungan faktor-faktor ini ketegangan akan mengikat dan timbullah berbagai respon dari dalam diri individu, respon tersebut antara lain : Reinterpretasi, individu berusaha untuk menggunakan akal sehat atau pikirannya untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya.

Timbul rasa marah, dimana kemarahan itu dapat berbentuk Supresi, individu melakukan penekanan terhadap rasa marah yang dialami. Hal ini dilakukan mungkin karena norma-norma masyarakat setempat atau norma keluarganya tidak mengijinkan untuk mengekspresikan kemarahan secara terang-terangan. Adanya penekanan ini dapat menimbulkan gangguan yang disebut “ Psikosomastis. “kemarahan itu dapat berbentuk Sublimasi, suatu bentuk penyaluran perasaan tegang atau kemarahan dapat diterima oleh masyarakat. Penyaluran dini dapat berwujud aktivitas-aktivitas kesenian, olah raga maupun aktivitas bisnis yang mengandung persaingan. 

kemarahan itu dapat berbentuk Agresi, yaitu bentuk penyaluran yang dapat merugikan orang lain maupun diri sendiri, karena penyaluran ini bersifat mengganggu dan merusak. Korban agresinya belum tentu pihak yang menyebabkan timbulnya rasa tegang atau kemarahanitu, tetapi dapat juga pihak lainyang tidak bersalah dan benda-benda mati serta binatang.Agresi yang ditujukanpada penyebab agresi disebut dengan “agresi langsung”. Sedang agresi yang dikenakan pada pihak yang tidak bersalah dinamakan “agresi tidak langsung”.