Periode Abbasiyah adalah periode di mana pendidikan Islam berkembang pesat yang ditandai dengan perkembangan institusi dan universitas pendidikan Islam dan madrasah di berbagai pusat kebudayaan Islam. Institusi pendidikan sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya umat Islam. berbagai ilmu yang berkembang melalui lembaga pendidikan yang menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai aspek budaya muslim.

A. Perkembangan Pendidikan Islam Periode Abbasiyah

Selama masa kejayaan ini, pendidikan Islam adalah jawaban atas tantangan perkembangan dan kemajuan budaya Islam. Budaya Islam telah berkembang pesat sehingga mengungguli dan bahkan menjadi puncak kebudayaan manusia pada masa itu.
Pendidikan Islam mencapai masa kejayaannya selama dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun al Rasyid (170-193 H). Karena dia adalah seorang ahli sains dan memiliki kecerdasan dan didukung oleh negara dalam kondisi yang aman, tenang dan dalam pengembangan sehingga dunia Islam pada waktu itu diwarnai dengan perkembangan sains.

B. Kurikulum Pendidikan Islam periode Abbasiyah

Kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus diambil atau dipelajari oleh siswa. Selama masa kejayaan Islam, mata pelajaran untuk kurikulum sekolah tingkat rendah adalah Alquran, agama, membaca, menulis dan puisi. Di istana biasanya ditekankan pentingnya mengajarkan khittabah, sejarah, kisah perang, cara berserikat, ilmu dasar seperti Alquran, puisi dan fiqh.

Di lembaga pendidikan formal, seperti masjid, kurikulum adalah ilmu agama dengan intinya sebagai inti. Selain hadits dan interpretasi. Hadis adalah bahan penting di masjid, karena posisinya sebagai sumber kedua agama Islam, setelah Alquran. Sedangkan interpretasi adalah ilmu yang membahas isi Al-Qur'an dengan interpretasinya.

Pelajaran fiqh, adalah materi kurikulum paling populer karena mereka yang ingin mendapatkan posisi di pengadilan harus menjelajahi bidang studi ini. Banyak umat Islam tertarik pada yurisprudensi karena jumlah pendapatan yang diperoleh oleh para ahli fiqh dalam memecahkan masalah fiqhiyah seperti masalah warisan telah menyebabkan perkembangan kebiasaan buruk seperti yang dikritik oleh al Ghazali, yaitu munculnya ahli fiqh yang menyediakan fatwa untuk mengharapkan kompensasi untuk properti.

Seni dakwah juga membentuk bagian penting dalam pengajaran ilmu-ilmu agama, karena kemampuan untuk menyampaikan dakwah dengan pelajaran yang meyakinkan dan ilmiah dan memainkan peran penting dalam kehidupan keagamaan dan pendidikan Islam di antara komunitas Muslim. Subjek retorika terdiri dari tiga cabang yaitu al Ma'ani yang membahas kalimat yang berbeda dan cara mengucapkannya dengan jelas, al Bayan, yang mengajarkan seni mengekspresikan ide dengan lancar dan tidak mengandung banyak makna, di al Badi yang membahas kata-kata indah dan dekorasi kata dalam pidato.

C. Metode Pendidikan Islam Periode Abbasiyah

Metode pengajaran adalah salah satu aspek penting dalam proses belajar mengajar untuk mentransfer pengetahuan atau budaya dari seorang guru ke murid-muridnya. Melalui metode pengajaran ada proses internalisasi dan pemilihan pengetahuan oleh siswa, sehingga siswa dapat menyerap apa yang disampaikan oleh guru mereka.
Metode pengajaran yang digunakan selama dinasti Abbasiyah dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:
  1. Metode lisan
  2. Metode menghafal
  3. Metode penulisan

D. Kehidupan Siswa selama Periode Abbasiyah

Karakteristik utama kehidupan siswa dalam pendidikan dasar adalah:
  1. Diperlukan untuk belajar membaca dan menulis.
  2. Bahan ajar menggunakan puisi dan bukan Alquran karena dikhawatirkan mereka akan melakukan kesalahan yang akan mencoreng Alquran.
  3. Siswa diajar membaca dan menghafal Al Qur'an.
  4. Di sekolah dasar, lama belajar tidak ditentukan dan tergantung pada kemampuan anak.
  5. Hubungan guru dan siswa sebagai hubungan orang tua dan anak.
Di antara ciri-ciri pendidikan di dinasti Abbasiyah adalah guru yang berorientasi, yaitu kualitas suatu pendidikan tergantung pada guru. Siswa bebas mengikuti pelajaran yang diinginkan dan dapat belajar di mana saja, misalnya di perpustakaan, toko buku, rumah cendekiawan atau ruang terbuka. Siswa dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu siswa tidak tetap, yang terdiri dari pekerja yang mengambil pelajaran untuk mendukung profesi dan siswa tetap, yaitu siswa yang memiliki tujuan utama untuk belajar dan menghabiskan sebagian hidupnya untuk belajar.

Setiap siswa membuat daftar guru mengajar yang disebut Mu`jam al Masyakhah. Daftar ini digunakan sebagai bukti bahwa mereka telah belajar dari guru-guru terkenal dan dapat mengetahui kualitas hadis yang mereka terima dari seorang guru.

E. Rihlah Ilmiyah selama Periode Abbasiyah

Rihlah Ilmiyah yakni berkeliaran atau melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu. Dengan sistem pendidikan di dinasti Abbasiyah ini tidak hanya dibatasi oleh dinding kelas atau sekolah tanpa dinding tetapi memberikan kebebasan kepada siswa untuk mempelajari guru yang mereka inginkan. Guru juga melakukan perjalanan dan pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mengajar dan belajar, sehingga sistem rihlah ilmiyah disebut masyarakat pembelajar.
Kebebasan bepergian di berbagai wilayah Islam menyebabkan pertukaran pemikiran terus berlanjut antara komunitas Muslim sehingga dinamika sosial dan peradaban Islam terus berlanjut. Ikuti perjalanan ilmiah seperti lebah mencari bunga ke tempat yang jauh lalu mereka kembali ke kota asalnya dengan madu manis.

F. Lembaga Wakaf selama Periode Abbasiyah

Lembaga wakaf menjadi sumber keuangan bagi lembaga pendidikan Islam. Keberadaan sistem wakaf dalam Islam disebabkan oleh sistem ekonomi Islam yang menganggap bahwa ekonomi terkait erat dengan syahadat dan syariah Islam, sehingga kegiatan ekonomi memiliki tujuan ibadah dan manfaat bersama. Karena itu, ketika ekonomi Islam mengalami kemajuan, umat Islam tidak ragu-ragu membelanjakan uang mereka untuk kepentingan dan kesejahteraan umat Islam serta untuk implementasi pendidikan Islam. Dengan ujung tombak para penguasa Islam yang mencintai sains seperti Harun al Rasyid dan al Ma'mun, lembaga-lembaga pendidikan untuk sains didirikan.

G. Lembaga Pendidikan Islam Periode Abbasiyah

Adapun lembaga pendidikan pada masa Abbasiyah sudah mulai bermunculan yang menjadikan dinasti Abbasiyah sebagai pusat pendidikan Islam. Berikut merupakan lembaga pendidikan pada masa bani Abbasiyah.

1. Madrasah Nizamiah 

Madrasah Nizamiah  didirikan oleh Nizam al Mulk, perdana menteri Seljuk pada 1065 M - 1067 M Di setiap kota Nizam al Mulk mendirikan sebuah madrasah besar, termasuk di Baghdad, Balkh, Naisabur, Harat, Asfahan, Basran, Marw, dan Mausul . Tetapi madrasah Nizamiah Baghdad adalah madrasah terbesar dan terpenting. Tujuan Nizam al Mulk adalah mendirikan madrasah untuk memperkuat pemerintah Turki Seljuk dan menyiarkan sekolah-sekolah agama pemerintah.

2. Madrasah Nuruddin Zinki 

Madrasah Nuruddin Zinki didirikan oleh Nuruddin Zinki di Damaskus. Madrasah yang ia dirikan adalah Madrasah an Nuriyah al Qubra di Damaskus (563 H). Bangunan madrasah terdiri dari iwan (ruang kuliah), masjid, tempat peristirahatan bagi para guru, asrama, tempat tinggal para pesuruh madrasah, toilet, dan lapangan. Madrasah lain adalah madrasah yang didirikan pada periode Ayubi dan madrasah al Mustansiriah di Baghdad (Irak) pada tahun 631 H. Madrasah al Mustansiriah didirikan oleh khalifah Abasyi al Mustansir Billah pada tahun 631 H. Ilmu yang diajarkan adalah ilmu Al QurÊ»an, syari'ah, bahasa Arab, kedokteran, dan ilmu pasti. 

3. Baitul Hikmah di Baghdad

Baitul Hikmah didirikan pada masa Harun al Rasyid (170-193 H), kemudian diperbesar oleh khalifah al Ma'mun (198-218 H). Di Baitul Hikmah tidak hanya diajarkan ilmu agama Islam, tetapi juga ilmu-ilmu seperti ilmu alam, kimia, falaq, dan lainnya. Guru agung Baitul Hikmah adalah Salam, yang menguraikan teori-teori ilmu pasti dalam al Maj`sthi (almageste) oleh Bathlimus (Ptolemee). Kemudian guru agung al Khawarazmi, pakar sains, pakar falaq, dan pencipta sains al jabar, profesor Muhammad bin Musa bin Syakir, seorang geometer, bintang sains dan falaq. Dalam Baitul Hikmah buku-buku dikumpulkan dalam berbagai bahasa seperti Arab, Yunani, Syria, Persia, India, dan Qibtia. Kemudian al Ma'mun mendirikan teleskop bintang yang disebut teleskop al Ma'muni. Setelah kematian al Ma'mun, Baitul Hikmah tidak menerima perhatian penuh dari para khalifah. 

4. Darul Ilmi di Kairo

Darul Ilmi didirikan oleh al Hakim Biamrillah al Fathimi di tepi Sungai Nil untuk menyaingi Baitul Hikmah di Baghdad. Menurut pernyataan al Makrizi, bahwa Darul ʻImi didirikan di desa al Kharun Fusy atas perintah al Hakim Biamrillah al Fathimi. Pengetahuan yang diajarkan termasuk; agama, falaq, kedokteran, dan berhitung.
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa pendidikan selama periode abbasiyah sangat berkembang baik dalam hal kurikulum, metode, dan berbagai macam disiplin ilmu seperti: ilmu penafsiran, tasawuf, kalam, ushul fiqh, dan ilmu hadits.